Selasa, 24 Januari 2017

Binalnya Istriku - Disha part 19


Udara yang membara Pt. 2

POV : Fais

Masuk angin ini sungguh membuatku tak berdaya, mungkin karena aku kemarin kehujanan saat mengintip persetubuhan mbak Aryanti dengan pak Bono jadinya sekarang tubuhku seperti tidak bisa diajak berkompromi. Padahal acara hari ini sudah aku tunggu-tunggu karena sudah lama aku menjanjikan pada Disha untuk bertandem bareng.

“bapak anggota dari Dinas … ya?” Tanya seorang kru bukit ijen indah adventure

“iya, ada apa mas?” tanyaku pada pemuda tersebut

“begini pak, saya mau memberikan teropong terrestrial sama handy talky siapa tau bapak ingin memantau kegiatan teman-teman dilapangan, untuk frekuensinya sudah disetting pada frekuensi kami, jadi bapak tinggal pakai saja” sahu t pemuda tersebut

“oh, iya terima kasih mas” balasku saat menerima kedua benda tersebu ditanganku

Benar saja, beberapa saat setelah pemuda paruh baya itu pergi, mulai terdengar beberapa percakapan dalam radio panggil yang aku bawa itu. Mereka saling mengabarkan kondisi masing masing serta cuaca dan arah angin. Karena saat berada diatas, kita haruslah selalu waspada dengan setiap hal kecil yang mungkin bisa membahayakan keselamatan. Dan mungkin itulah kunci kesuksesan wisata alam ini. Semua kru tanggap terhadap keselamatan dan kenyamananan konsumernya.

Itulah yang setidaknya aku bisa tangkap dari percakapan mereka lewat radio panggil yang aku pegang ini. Setelah kurasa cukup, aku masukkan radio panggil tadi dalam saku jaket yang berada di depan, supaya aku mudah mendengar percakapan mereka. Kemudian aku mencoba teropong terestrial yang diberikan, dan membantuku melihat parasut yang terbang lebih jelas.

“itu Doni, Riyan, Dina, Ahmad” hitungku satu persatu pada teman temanku yang terbang berpencar mengikuti arah angin dan juga menghindari tabrakan antar parasut.

“oh, itu sepertinya Disha yang di ujung” gumamku saat melepas teropong dari mataku agar aku dapat melihat lebih luas

Namun betapa terkejutnya diriku saat aku melihatnya dengan teropong terestrial yang diberikan tadi. Jantungku berdegup sangat cepat, bahkan rasanyanya mau lepas. Kulihat Disha istriku yang cantik itu tengah berciuman bibir dengan pendamping tandemnya.

Ciuman panas diatas awan, oh sungguh romantis namun juga mengiris hatiku. Karena hal itulah sebenarnya yang ingin aku lakukan dengan Disha hari ini. Namun istriku yang cantik itu tengah menikmati ciuman dengan pendamping tandem yang aku tidak tahu namanya.

Mungkinkah ini karma karena aku kemarin mengintip persetubuhan mbak Aryanti dengan pak Bono, dan juga aku sering membayangkan bisa menyetubuhi mbak Aryanti sehingga kini aku kembali menyaksikan kebinalan istriku.

Parasut yang dipakai istriku kulihat semakin menjauh, dan kudengar dari radio panggil yang aku bawa, ternyata pendamping yang bersama istriku bernama Dicky. Dari radio panggil itu kudengar jika terjadi tekanan udara yang cukup tinggi ditempatnya terbang, jadi dia terpaksa terbang agak menjauh dan menghimbau rekan rekannya tidak mengambil rute agar tidak terkena tekanan udara diarea itu. Dan untuk selanjutnya, nanti dia akan mendarat di sektor tenggara dekat air terjun coban rondo.

Aku yang mendengar hal itu mencoba mengingat-ingat lokasi yang diberitahukan diradio panggil tadi. Karena akupun sering bertandem diarea ini, sehingga sedikit banyak aku tahu spot spot pendaratan darurat saat adanya turbulensi diudara sehingga tidak memungkinkan mendarat diarea yang seharusnya.

Mumpung jarak belum terlalu jauh, aku ingin mencoba mengejar mereka. Kupinjam motor kawasaki KLX inventaris dari wahana wisata alam ini untuk mengejar mereka. Dan beruntung mas paruh baya tadi mengijinkan setelah aku memberi alasan jika aku sakit perut hendak buang air besar.

Perasaan marah, cemburu, kecewa, dan terangsang berkecamuk dalam dada saat aku memacu kencang motor KLX ini menembus belantara pepohonan pinus. Ada rasa penasaran dalam benakku dengan apa yang akan terjadi, meskipun secara garis besar aku sudah bisa mengira-kira jika Disha akan kembali menyerahkan tubuh indahnya, dan membuka pahanya lebar-lebar agar disetubuhi oleh Dicky pendamping tandemnya tadi.

Kulihat keatas, parasut yang mereka naiki sudah mulai turun perlahan, memang sepertinya sudah dekat dengan lokasi yang dituju karena dari kejauhan juga sudah kudengar gemericik air terjun. Setelah kurasa cukup dekat, aku putuskan untuk berhenti memarkirkan motor KLX yang aku pakai. Tidak lupa juga aku kunci ganda karena itu motor pinjaman. Meski hatiku tengah porak poranda karena penghianatan istriku dihari ini, namun aku tetap ingat jika itu adalah motor pinjaman.

Kulanjutkan perjalananku dengan sedikit berlari mengejar parasut mereka yang semakin turun mendekati tanah. Dan tak lama kemudian mereka benar-benar mendarat diarea yang sedikit lapang yang memang sengaja disiapkan oleh paguyuban wisata paralayang sebagai spot darurat.

Aku mengambil tempat persembunyian dibalik semak rumput gajah yang tumbuh sangat subur diarea ini karena memang sengaja ditanam sebagai makanan ternak sapi perah. Ku yakin mereka tidak akan dapat melihatku karena dari pertama mereka mendarat mereka tengah sibuk melepaskan diri dari peralatan safety yang terpasang.

“dimana mas air terjun yang mas ceritakan tadi” tanya Disha pada Dicky saat mereka sudah selesei merapikan parasut dan perlengkapannya.

“dibalik bukit itu Dish, tempatnya masih asli jadi jalan setapaknya juga belum ada” balas Dicky

“yuk mas kesana, aku pengen tahu” sahut Disha

“ayo Dish” balas Dicky singkat karena Disha dengan tiba-tiba mencium bibir Dicky, dan Dicky tanpa sungkan lagi membalas melumat bibir Disha

Entah mengapa firasatku tidak enak soal ini, berbeda dengan saat istriku Disha disetubuhi oleh mas Teguh di sungai, Pardi dikebun tebu, dan tukang sayur didapur rumah kami. Kulihat saat ini Disha dengan Dicky begitu akrab seolah mereka sudah saling kenal sebelumnya.



Dengan mesra Dicky mengamit lengan istriku Disha untuk mengikutinya. Disha dengan hati ceria kulihat dengan ringan melangkahkan kakinya mengikuti ajakan Dicky tadi. Aku menunggu beberapa saat untuk membuntuti mereka, karena mereka saat ini tengah berjalan kaki. Tidak lupa sebelumnya aku mengecilkan volume radio panggil yang aku bawa agar tidak berisik dan membuat pengejaranku ini menjadi ketahuan, yang entah mengapa justru aku sangat takut jika aksiku ini ketahuan mereka. Mungkin, karena aku belum siap kehilangan istriku dan mungkin saja aku tidak bisa mengambil sikap atas istriku itu.

Perlahan aku ikuti istriku dan Dicky dari belakang, cukup jauh namun karena hutan pinus ini sepi sehingga aku bisa mendengar percakapan mereka samar samar. Sepanjang jalan mereka bergandengan tangan layaknya sepasang kekasih yang tengah dimabuk cinta. Jika bukan karena wanita yang tengah digandengnya itu istriku, mungkin aku tidak akan terlaalu menamatkan gerak gerik dan gestur tubuh mereka.

“duh mas, kamu kok ndak berubah ya, tetap suka gombal kayak dulu” ucap istriku saat mereka berjalan

“gombal itu kalau aku bicara tidak sebenarnya Dish, kamu dari dulu selalu mempesona kok sayangku” balas Dicky tidak mau kalah

“lagipula itu kan yang membuatmu mau menerima ku jadi pacar pertamamu dulu” tambah Dicky kembali

“yang benar cinta pertama mas” koreksi Disha dengan mengamit erat lengan kekar Dicky

Meski terdengar pelan, namun aku sangat yakin dengan apa yang aku dengar dengan telingaku sendiri. Ternyata memang inilah yang membuat sikap istriku Disha begitu berbeda memperlakukan laki-laki ini, karena Dicky bukan sekedar mantan pacarnya dulu, namun dialah cinta pertama istriku.

Diperlakukan demikian, Dicky dengan mesra mengecup kening istriku tanpa menghentikan langkah mereka. Tanpa kusadari, kami sudah semakin dekat dengan tempat yang hendak mereka tuju. Sebuah air terjun yang masih belum terjamah tangan manusia. Dari kejauhan aku dapat melihat puncak dari air itu terjatuh bagaikan butiran berlian saat percikannya tersapu cahaya matahari.

“Indah banget mas pemandangannya....” pekik kagum istriku setelah mereka akhirnya sampai ditempat yang dituju.

Kulihat Disha dengan seksama mengagumi setiap sudut pemandangan yang ada disini, tingginya tebing air terjun, rindangnya pepohonan pinus, bebatuan vulkanis yang besar besar di area air terjun dan terakhir adalah airnya yang mengalir sangat jernih melewati kaki kaki mereka.

Aku sendiri sudah menemukan tempat yang bisa aku gunakan untuk bersembunyi sekaligus memperhatikan setiap kegiatan yang mereka lakukan juga apa yang mereka katakan meskipun cukup berisik karena riak air yang jatuh menghantam bebatuan dibawah tebing.

“ayo turun kesana Dish?” tunjuk Dicky pada sebuah ceruk yang cukup dalam setinggi dada orang dewasa

“tapi aku ndak bawa baju ganti mas?” sahut Disha sedikit bingung

“dilepas aja pakaiannya Dish” saran Dicky pada istriku

“Nanti aku juga kok, ndak usah malu” tambahnya lagi karena dia melihat istriku tampak ragu

“baiklah mas” sahut istriku singkat

[​IMG]

Disha lantas kembali ketepi menghampiri batu yang cukup besar yang akan dia gunakan untuk meletakkan pakaian dan celananya. Dengan perlahan Disha mulai melepasi satu persatu kancing bajunya sehingga payudara istriku yang tertutupi BH berwarna salem terlihat menonjol didalamnya dan meletakkan pakaiannyadiatas batu, begitu juga dengan celana diatas lutut yang istriku kenakan, perlahan turun melewati lututnya sehingga pangkal paha istriku yang tertutup CD berwarna senada dengan Bhnya tadi dapat bebas terlihat. Yang mana selama prosesi istriku melepas pakaiannya tadi, Dicky dengan seksama menatap nanar pada tubuh istriku Disha, dan beberapa kali kupergoki kulihat Dicky menelan ludah layaknya seorang yang dahaga.

Kini praktis, istriku hanya mengenakan pakaian dalam saja saat ini, ditempat yang sepi jauh dari kehidupan manusia, berdua dengan cinta pertamanya.

“mas kok masih berpakaian lengkap sih?” sergah Disha seusai melepaskan pakaiannya.

“oh, iya Dish. Aku tadi masih terpana melihat indahnya tubuh seorang bidadari” balas Dicky memuji istriku

“apaan sih mas, ayo atau aku ciprati air pakaian mas nanti biar basah” ancam istriku pada Dicky

Dicky hanya menanggapi dengan senyum ancaman dari istriku, dan dia kemudian melepas juga kemejanya sehingga dadanya yang bidang dengan dan perutnya yang sixpack seolah sengaja dia pamerkan didepan istriku. Begitu juga dengan celaana jeans ¾ yang dia pakai pun juga dilepas sehingga kini Dicky setengah telanjang didepan istriku hanya mengenakan celana boxer.

Disha memandang tubuh Dicky dengan penuh kekaguman, matanya tidak berkedip mengagumi tubuh atletis cinta pertamanya itu. Dicky kemudian berjalan dan menyerahkan pakaiannya pada istriku yang oeh Disha kemudian ditaruh disatu tempat dengan pakaiannya.

Mereka berlarian saling berkejaran dengan mecipratkaan air sehingga kini tubuh mereka sudah basah oleh air. Payudara indah istriku terihat berguncang dan seperti mau melompat keluar dari dalam BH saat dia berlarian mengejar dan dikejar oleh Dicky, dan beberpa kali Dicky menangkap istriku dan mendekapnya erat dalam pelukannya sehingga kekenyalan payudara istriku bergesekan dan menekan dada Dicky yang bidang hingga membuat tonjolan batang penis yang tertutup celana boxer itu semakin keras mengacung.

“ampun..ampunn.. mas, aku capek” seru Disha saat berlari dari kejaran Dicky, Disha berhenti untuk mengatur nafasnya tepat didepan air terjun. Kulihat Disha memandangi puncak dari air terjun tadi dan seperti mengkira-kira ada apa diatas sana.



“bagus kan Dish, seperti kamu, sempurna” ucap Dicky ditelinga istriku sehingga membuatnya sedikit menggelinjang karena geli, kedua tangan Dicky melingkar dipinggul istriku yang seksi itu dan memeluknya dari belakang. Batang penis Dicky yang sudah keras mengacung tentu menekan belahan pantat istriku Disha yang hanya tertutupi celana dalam saja.

“Benarkah mas, seperti aku?” balas Disha dengan sedikit menolehkan wajahnya kebelakang yang langsung disambut dengan pagutan bibir oleh Dicky, mereka untuk kesekian kalinya kembali berciuman didepanku, suaminya hari ini.

Suasana mendadak hening, meskipun derasnya riak air yang jatuh menggema ditempat ini. Aku memandangi mereka berdua dari balik rerumputan yang hampir setinggi pinggang.

“I love you Dish” bisik Dicky saat melepas ciumannya

“I love you too mas” balas Disha pelan

Setelah itu, Disha memutar tubuhnya sehingga kini mereka berdua berhadapan. Kedua tangan Disha melingkar dileher Dicky dan Disha ganti memagut bibir Disha untuk kembali berciuman. Dicky membalas ciuman istriku dengan sangat panas, ciuman untuk kekasih yang sudah lama tidak dapat dia temui. Lidah mereka saling membelit seakan tidak mau dipisahkan kembali yang membuat ciuman mereka menjadi semakin liar, tangan Dicky yang sebelumnya melingkar dipinggang istriku mulai bergerak aktif mengelusi punggung istriku dan sesekali meremasi dengan gemas bongkahan pantat istriku yang montok. Kurang lebih 15 menit aku melihat mereka berciuman dengan panasnya, dan Disha sangat menikmati ciuman itu, sama sekali tidak kulihat keragu-raguan dalam matanya saat membalas ciuman Dicky.

[​IMG]

Dicky mengarahkan tangan kanannya kedepan, menyentuh payudara Disha masih dari luar BH warna salem yang dipakainya dan meremasnya pelan. Disha tersentak, terkejut menerima remasan Dicky pada payudaranya. Dipandanginya lekat-lekat mata Dicky, dan kemudian menutup matanya yang rupanya itu adalah sebuah ijin dari Disha untuk Dicky agar meneruskan perbuatannya lebih lanjut. Dicky yang melihat istriku telah memberikannya ijin kembali memagut bibir indah istriku dan juga tangannya kembali meremasi payudara istriku yang mana tangan kirinya telah membuka pengait BH istriku yang ada dipunggungnya. Sehingga kini, payudara istriku yang kencang itu terbebas dan memudahkan telapak tangan Dicky menyusup kedalamnya. Meremasi payudara istriku secara langsung dan sesekali kulihat istriku menyeritakan dahinya mungkin dia merasa geli saat Dicky memilin puting susunya.

Tangan istriku yang tadi melingkar indah dileher Dicky, kini mulai meremasi rambut dan kepala Dicky menerima dan menikmati rangsangan yan Dicky lakukan. Dengan perlahan, dicky melangkahkan kakinya maju sehingga membuat Disha mau tidak mau mengikuti gerakan Dicky kebelakang dan akhirnya pinggang istriku menyentuh batu yang cukup besar dan landai.

Dicky menghentikan memagut bibir istriku dan mulai mencumbu leher jenjangnya. Dishaku mendongak dicumbu dengan lembut oleh Dicky, bibirnya beberapa kali mengeluarkan desahan-desahan lirih menikmati cumbuan Dicky pada leher dan remasan tangan Dicky dipayudara indahnya yang masih tertutup BH yang tidak sempurna karena telah terlepas kaitnya dan bahkan tali yang melingkar dipundaknya sudah turun hingga lengan.

Dicky perlahan merebahkan badan Disha pada permukaan batu yang landai, dan dengan gampang tanpa penolakan dari istriku, Dicky menarik lepas BH yang masih menutupi sekenanya kedua payudaranya dari tubuh istriku. Dicky memandangi tubuh telanjang istriku yang tengah berbaring diatas batu yang berada tepat didepannya, tubuh indah istriku yang tanpa adanya cela sedikitpun ditubuhnya. Dicky kembali meneguk ludah mengagumi tubuh istriku, payudara istriku begitu bulat membusung kencang dengan puting berwarna coklat muda yang telah mengacung keras sementara pemiliknya tengah menatap Dicky tanpa malu-malu dengan pandangan nanar penuh gairah.

Tak bisa kupungkiri, aku yang tengah bersembunyi ini memang sangat bernafsu melihat istriku Disha tengah siap disetubuhi oleh lelaki lain meskipun aku juga merasakan sakit hati dan cemburu karenanya. Parasnya yang cantik dan tubuhnya yang indah mempunyai daya tarik seksual yang tinggi terhadap lawan jenisnya. Sehingga wajar saja apabila setiap pria bermimpi dan membayangkan sedang menggaulinya dalam fantasi seks mereka. Dicky membungkukkan badannya dan kembali memagut bibir istriku yang disambutnya dengan panas. Ciuman Dicky turun menyusuri dan menjilati leher istriku yang jenjang dan putih.

“aaahhh ahhhhh aahhhh” suara desahan Disha, sementara itu tangan Dicky semakin berani menelusuri tubuh indah istriku, diremas-remasnya bongkahan pantat Disha sehingga membuat istriku semakin keras desahannya.

“aahhh ahhh masshh, aahhhh....”

Setelah Dicky puas menciumi leher istriku, kulihat Dicky melanjutkan ciumannya pada payudara istriku yang indah itu. Diciuminya dengan perlahan mulai dari pangkal payudaranya, dan lidahnya menyapu setiap senti kulit mulusnya menuju puting susu istriku disertai lenguhan lenguhan dari bibir Disha. Setelah mencapai puncaknya, Dicky menjilati puting susu istriku, dan membuat istriku menekan kepala Dicky lekat dalam payudaranya. Wajah istriku yang penuh nafsu tertutupi oleh rambutnya yang tergerai sehingga aku kurang dapat melihat bagaimana ekspresi istriku menikmati cumbuan Dicky, kecuali hanya desahan dan lenguhannya yang seolah berlomba dengan derasnya riak air terjun.

“Aahhh... aahhh teruss masshh, mmmhhhp” desah istriku yang tengah mendongakkan kepalanya menikmati perlakuan Dicky pada kedua payudara indahnya itu

Dicky semakin bersemangat mendengar desahan manja istriku, dia semakin bernafsu dan memperkuat hisapannya. Sesekali tangan Dicky meremas-remas payudara montok istriku dan memilin puting susunya bergantian. Disha yang menikmati perlakuan Dicky dengan tidak sadar menekan kembali kepala Dicky dan kadang meremas-remas rambutnya. Sehingga kedua payudara istriku menjadi merah dan beberapa membekas cupangan.

Disha terengah –engah mendapatkan serangan birahi dari Dicky, dia memberi kode pada Dicky agar mengambil nafas sebentar karena jantungnya berdegup sangat kencang. Dicky menghentikan cumbuannya pada tubuh istriku Disha, dipandanginya kembali tubuh telanjang istriku yang telah telanjang bagian atas tanpa sehelai benangpun itu.

Mata keduanya saling berpadangan penuh arti, dan tiba-tiba Disha istriku yang cantik memeluk erat tubuh Dicky yang sudah bertelanjang dada itu.

“aku kangen kamu masss...” isak Disha ditengah pelukannya pada tubuh Dicky

“kamu jahat sama aku, hu... hu...” tangis Disha pecah sehingga pelukannya semakin erat

Dicky kemudian mencium kening istriku dan mengelus-elus rambutnya yang panjang dan sehitam malam. menenangkannya, agar istriku tidak larut dalam rasa sedih. Setelah tenang, kulihat Disha mencium pipi Dicky dan ciumannya tadi turun menyusuri lehernya hingga kedadanya yang bidang. Dicky yang tengah dicumbu istriku menikmati dan kedua tangannya sibuk meremasi payudara serta bongkan pantat montok istriku.

“ah hmm aah...bagus Dish, mantapp” racau Dicky keenakan

Cumbuan Disha semakin lama semakin turun kebawah, Disha menutunkan lututnya sehingga kini dia sejajar dengan batang penis Dicky yang terlihat mengacung keras dibalik celana boxernya baru akhirnya Disha mengehentikan cimannya. Ditatapnya mata Dicky, dan kemudian dipelorotkannya celana boxer itu kebawah hingga mata kaki dan batang penis Dicky langsung mengacung bebas dihadapan mata istriku karena Dicky tidak mengenakan CD dibalik boxer yang dipakainya.

Penisku rasanya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan milik Dicky yang saat ini ada dihadapan istriku. Penis Dicky begitu panjang, besar dengan urat-urat sebesar cacing tanah seolah melingkar pada batang penisnya sehingga terkesan sangat garang. Aku menjadi minder karenanya, sudah pasti istriku akan sangat puas bila disetubuhinya.

Bibir tipis Disha mengecup-kecup kepala penis Dicky yang berwarna kecoklatan itu, diciuminya beberapa kali dan dijilatinya lubang kencingnya sehingga membuat Dicky tersenyum menahan geli. Lidah Disha menyapu seluruh permukaan batang Dicky yang besar dan panjang hingga akhirnya basah oleh liurnya sendiri. Setelah istriku merasa pemanasannya cukup dengan mantap dia membuka mulutnya lebar-lebar dan memasukkan batang penis dicky dengan memajukan kepalanya.

Kulihat istriku sampai tersedak yang menandakan batang penis Dicky sudah menyentuh dinding tenggorokannya padahal kulihat itu baru setengah dari keseluruhan penis milik Dicky. Dengan sabar, menunggu tindakan selanjutnya Dicky mengelus rambut istriku yang sedang berjongkok dengan batang penisnya didalam mulut istriku. Rupanya istriku sedang berusaha menyesuaikan rongga mulutnya dengan penis Dicky yang rupanya menurutku paling besar diantara yang lain.

Tak lama kemudian istriku mulai memaju mundurkan kepalanya, mulutnya sibuk dengan aktifitas mengulum batang penis yang besar itu, dimundurkan kepalanya hingga hampir telihat kepala penis dicky dan dengan cepat dilahapnya lagi, kadang cepat kadang pelan. Begitu juga dengan tangan kanan istriku yang juga sibuk mengocok dan meremas batang penis Dicky yang tidak sampai masuk kedalam mulutnya.

Aku yang biasanya mendapatkan serangan semacam itu biasanya baru 5 menit sudah keluar, namun rupanya setelah hampir 20 menit dicky masih bertahan dalam posisinya. Hanya desahan dan pujian pada istriku yang sering terucap dari bibirnya. Tangannya beberapa kali sibuk memrapikan rambut istriku yang panjang menjuntai kedepan agar tidak mengganggu aktifitas blowjob istriku pada penisnya.

“mas, kamu tetap kuat banget, gak berubah. Aku sampai capek blowjob in kamu” rajuk istriku manja pada Dicky

Dicky hanya tersenyum mendengar pernyataan istriku tadi ditariknya tangan istriku dan dibantunya dia berdiri, namun aku yang juga mendengarnya terkejut. Namun hal yang kemudian kudengar lebih membuatku terkejut lagi karena...

“ayo mas, aku sudah tidak tahan lagi, aku kangen kamu setubuhi seperti dulu mas” rayu Disha agar Dicky bergegas memuaskan dahaga birahinya, celana dalam yang masih terpasang, pertahanan terakhir yang menutupi liang surgawinya dia lepas sendiri hingga turun sampai mata kaki. Kini kedua insan dimabuk birahi itu telah sama-sama telanjang, libido mereka semakin memburu.

Bagaikan dihantam palu kepalaku, ternyata istriku saat aku nikahi sudah tidak lagi perawan. Namun jika kuingat, dulu saat malam pertama aku sangat kesulitan saat mencoba menyetubuhinya diranjang pernikahan kami, begitu juga dengan Disha yang terlihat kesakitan saat penisku membelah liang senggamanya yang sudah sangat basah karena terangsang dan saat kucabut, memang penisku terdapat bercak darah.

[​IMG]

Istriku kembali merebahkan badannya dipermukaan batu yang tadi, matanya terlihat sayu karena dikuasai nafsu yang harus dituntaskan, diangkatnya satu kakinya dan dia buka lebar-lebar sementara satu kaki kanannya masih berpijak sebagai tumpuan. Istriku sungguh terlihat binal dalam pose demikian, liang senggamanya yang rapat terlihat bersih dari rambut kemaluan dan siap untuk disetubuhi.

“sudah siap aku setubuhi Dish?” tanya Dicky dengan senyum mesum menahan nafsu

“iya mas, aku siap..cepat masukin mas, setubuhi aku” jawab Disha bernafsu

“aaakhhh...ssaakitt masss, pellaann...” cercau Disha saat batang penis dicky yang besar dan panjang itu menembus membelah liang senggamanya yang hangat dan rapat, dahinya berkerut menahan sakit namun tidak demikian dengan Dicky, raut wajahnya menunjukkan kepuasan saat penisnya berhasil bersarang dalam liang senggama istriku.

Kulihat senti demi senti dengan perlahan batang penis Dicky memasuki liang senggama istriku, dan setiap senti penis dicky memasuki liang senggamanya, istriku memekik dan memejamkan matanya menahan sakit hingga akhirnya mentok menyentuh dinding raminya dan tersisa sekitar 10 cm yang tidak bisa masuk kedalam.

“masih rapet saja seperti waktu aku perawani dulu dish” puji Dicky saat dia berhasil membenamkan batang penisnya hingga menyentuh dinding rahim istriku.

Hatiku semakin sakit mendengar pujian Dicky yang memuji kelegitan liang senggama istriku itu, ternyata Dicky bukan hanya cinta pertama istriku, namun dia pula lah yang mengambil keperawanan istriku saat masih gadis dulu. Rasanya aku begitu membenci dunia ini, kenapa hal seperti ini bisa terjadi dalam hidupku. Dan tanpa aku sadari, aku menangis...aku mencintai dia dan tak sanggup kehilangan cintanya. Aku yakin dalam hatinya dia juga mencintaiku juga keluarga kami dan persetubuhan yang dia lakukan sebelum-sebelumnya hanya didasari nafsu belaka, memenuhi kepuasan libidonya yang memang tinggi sehingga aku tidak takut kehilangan cinta dan dirinya.

Namun sekarang, aku melihatnya kembali disetubuhi oleh cinta pertamanya, kekasih pertamanya dan yang pertama menikmati hangatnya jepitan liang senggama, mengambil keperawanannya. Yang tentu saat ini yang terjadi tidak hanya perasaan “just sex”, tapi sudah mulai main hati. Raut wajah Disha yang tadi merasakan kesakitan, berangsur-angsur mulai terbiasa, meskipun beberapa kali wajahnya masih menyeritkan dahi saat Dicky menggerakan badannya yang tentu ikut bergerak juga batang penis yang tengah bersarang diliang senggamanya.

“pelan-pelan sajah mas, batang mas besar dan panjangh” rintih Disha agar Dicky tidak tergesa-gesa dalam penetrasinya.

“iya Dish, siap ya...” balas Dicky

“aaakkhhhhh...” Disha mendesah panjang saat Dicky menarik setengah batang penisnya dan mendorongnya kembali memenuhi liang senggamanya dengan tempo pelan.

“ooohhh nikmat sekali memekmu Dish, terasa jepitannya” cercau Dicky

Disha tampak mulai menikmati penetrasi batang penis Dicky dalam liang senggamanya, wajahnya yang tadi terlihat kesakitan mulai menunjukkan ekspresi menahan nikmat, sensasi bersenggama dialam terbuka membuat mereka semakin terbuai dalam hal tabu tersebut. Dicky membantu memegangi betis kiri Disha agar tetap terbuka sementara tangan satunya sibuk meremasi payudara Disha

“aahh ahh ehhhhm aahhh” desah Disha semakin kuat seiring dengan semakin cepatnya tempo kocokan batang penis Dicky dalam liang senggamanya, dicky tampak piawai sekali mengayun-ayunkan pinggangnya, menusuk dan menarik batang penisnya dengan pola 2 kali tusukan dalam dan 1 kali tusukan sedang sehingga tubuh Disha terlonjak lonjak, begitupula payudaranya yang bebas tanpa pengahalang terlihat berguncang-guncang liar dan tidak lama kemudian Disha mendapatkan orgasme pertamanya hanya dalam waktu tidak kurang dari 5 menit.

“mmaassshh, aakuu mauu sampaaii” cercau Disha disaat liang senggamanya digempur habis-habisan oleh cinta pertamanya.

Tubuh Disha melengkung keatas, membuat kedua payudaranya semakin membusung kedepan. Kedua tangannya melingkarkan dileher Dicky, dan dengan sekenanya dia menciumi wajah pacar pertamanya itu. Dibawah, Dicky merasakan jika batang penisnya yang masih mengaduk-aduk didalam liang senggama istriku sedang disirami oleh cairan hangat hasil persetubuhan mereka.

Binalnya Istriku - Disha part 18

Update 16 - Udara yang membara Pt. 1

[​IMG] 
Ilustrasi Disha

Kumandang adzan subuh menggema membangunkan semua manusia yang terlelap dalam tidurnya, begitu juga tak lama setelah itu semburat merah tergantung di ujung horizon, cahaya fajar dengan malu-malu menyapa bumi yang sebelumnya melalui malam. dingin udara sangat terasa didaerah itu, kota Batu. Meski demikian, beberapa orang yang menggantungkan hidupnya dari hasil perdagangan mulai melakukan aktifitasnya. Banyak dari mereka yang berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang membawa mereka menuju jalan besar kearah pasar, ada juga beberapa sepeda dan motor yang sesekali berseliweran kearah yang sama.

Pagi yang indah bagi yang merindukan suasana tenang dan damai. Seolah semua bersinergi dengan alam menyongsong datangnya mentari. Namun, tidak semuanya demikian. Ada juga yang masih asyik terlelap dibalik selimut yang hangat dan nyaman. Menunggu hingga matahari benar-benar telah naik ketika mereka bangun.
Suara cicit burung-burung mulai bersahutan, saat matahari telah naik sedikit lebih tinggi. Dan roda kehidupan sudah mulai ramai kembali. Pukul 07.30 semua peserta family gathering sudah mulai berkumpul, mereka asyik membicarakan rencana mereka hari ini. Banyak dari mereka yang belum pernah melakukan tandem paralayang, sehingga beberapa diantara mereka ada perasaan takut dan was-was.

“pa, aku lihat saja ya nanti” ucap Martha pada suaminya

“wah, ya jangan lah ma, kapan lagi mama punya pengalaman tandem nantinya” sergah Riyan

“eh yan, kamu dicari Doni didekat resepsionis” teriak boy dari pintu lobby mengagetkan pasangan suami istri yang tengah berdiskusi itu

Lobby cottage yang luas itupun mulai penuh oleh peserta family gathering dan juga orang-orang dari ‘bukit ijen indah adventure’ yang menyiapkan semua kebutuhan peserta family gathering. Karena mulai dari logistik, hingga safety sudah ditanggung oleh pihak bukit ijen indah adventure.

“BAIKLAH BAPAK-BAPAK DAN IBU-IBU YANG GANTENG DAN CANTIK-CANTIK. PERKENALKAN SAYA DANU, PERWAKILAN DARI BUKIT IJEN INDAH ADVENTURE YANG AKAN MENJADI PEMANDU SELAMA ACARA BERLANGSUNG. DISINI KAMI AKAN MULAI MENGECEK NAMA PESERTA YANG KAMI TERIMA AGAR NANTINYA TIDAK ADA MIS KOMUNIKASI ANTARA JUMLAH PESERTA YANG KAMI TERIMA KEMARIN DENGAN JUMLAH RIIL DILAPANGAN” ucap Danu yang merupakan pemandu bukit ijen indah adventure melalui toa yang dia bawa.

“SEKALI LAGI SAYA MOHON KERJASAMANYA AGAR BAPAK DAN IBU DAPAT BERBARIS DENGAN RAPI SUPAYA REKAN-REKAN SAYA DAPAT MENDATA BAPAK DAN IBU SEKALIAN” ucap Danu sekali lagi. Para peserta family gathering dengan patuh mengikuti arahan dari Danu, mereka mulai berbaris rapi memebentuk beberapa barisan berpasang-pasangan termasuk yang masih singgle.

“deg-deg an nih, kamu gimana ren?” tanya Disha pada Reni yang berbaris didepannya disamping boy

“sama Disha, aku juga deg-deg an” balas Reni yang menoleh kebelakang sambil tertawa

“wah, kalian jangan nakut-nakutin aku dong” sahut Nina dari belakang

“duh kalian para wanita kok ribut-ribut sih, kan ada pemandunya nanti yang ikut tandem” balas Doni menimpali

“ya tetep saja taakut mas,” cubit Nina pada suaminya

“aduh, kok dicubit sih ma” sahut Doni sambil memengangi pinggangnya

“salah sendiri” sungut Nina

“sudah-sudah, kalian kok ya meributkan hal sepele sih” lerai reni

“ma, papa kok mual-mual ya” bisik Fais pada istrinya

“masuk angin?” tanya Disha

“bisa jadi ma” balas Fais singkat

“terus gimana pa? Masak mau ndak ikut?” tanya Disha

“ya tetap ikut lah ma, Cuma papa nanti ndak ikut tandemnya” jelas Fais

“yah, ndak asyik kan pa. Terus nanti aku sama siapa?” tanya Disha kembali

Tandem paralayang memang bukan hal baru bagi Fais, sudah sering kali Fais bertandem saat masih mahasiswa dulu karena Fais sejak kuliah tinggal di Malang, apalagi Fais termasuk anggota pecinta alam sehingga dari seringnya dia bertandem sudah ahli bermanuver dan membaca pergerakan arah angin saat diudara.

“ya nanti biar ditemani pihak pemandu dari bukit ijen indah adventure ma” tambah Fais

“mmm, begitu ya pa?” Disha sedikit berpikir

“TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA BAPAK DAN IBU, MARI SEKARANG IKUTI SAYA MENUJU LOKASI. NANTI SILAHKAN NAIK KENDARAAN YANG SUDAH KAMI PERSIAPKAN” ucap Danu mengakhiri sesi pendataan tadi.

Perlahan para peserta family gathtering berjalan keluar dari lobby mengikuti danu yang memandu mereka ke halaman menuju mobil yang sudah disediakan.

“cari siapa ma?” tanya Fais saat melihat istrinya tengah celingukan memperhatikan sekitar

“eh, papa. Itu mama dari tadi kok tidak melihat pak Siswoyo ya?” sahut Disha beralasan karena sebenarnya bukan orang itu yang dia cari

“oh, pak bos sudah dilokasi ma. Tadi papa lihat pak bos sudah berangkat dulu sama Desi” sahut Fais
“mmm, iya pah” balas Disha


POV : Disha

Tidak butuh waktu lama bagi kami untuk sampai dilokasi bukit untuk paralayang, nampak beberapa crew dari bukit ijen indah adventure menyiapkan peralatan yang akan digunakan. Kota batu terlihat indah dari atas bukit ini, rumah-rumah nampak kecil dibawah sana. Angin yang berhembus sepoi-sepoi membuat siapapun akan kerasan berlama-lama berada disana. Apalagi vegetasi pinus yang menjulang tinggi dan rapat membuat udara menjadi sejuk dan tidak terlalu panas.

“SILAHKAN BAPAK DAN IBU YANG BELUM PERNAH TANDEM PARALAYANG KEARAH SANA, DAN YANG SUDAH BISA ATAU SUDAH ADA PENDAMPINGNYA TETAP TINGGAL DITEMPAT” ucap Danu sambil menunjuk kearah pohon pinus di utara.

Disha yang termasuk dalam golongan “belum pernah tandem” berjalan bersama beberapa rekan-rekan suaminya kearah yang ditunjuk Danu tadi, sementara Fais turun dari mobil dan menuju batu yang ada dipojok tanah yang sengaja dilapangkan oleh crew bukit ijen indah adventure.

“pa, mama kesana dulu ya” pamit Disha pada suaminya

“iya, mama pasti bisa kok nanti” balas Fais

“kamu ndak ikutan Fais?” tanya Doni yang berjalan kearahnya

“eh kamu Don, ndak ini aku masuk angin kayaknya” jawab Fais

“trus Disha gimana nanti? Masak kamu tega?” tanya Doni

“lah, kan ada crew yang mendampingi nanti Don” balas Fais yang melihat Doni tengah memasang perlengkapan safetynya

“istrimu mana?” tanya Fais kembali

“itu, lagi ngobrol sama Reny” sahut Doni yang masih konsentrasi memasang tali pengaman ditubuhnya

Sama halnya dengan Fais, Doni juga merupakan orang yang cukup piawai dalam bertandem, karena mereka merupakan sahabat lama waktu menjadi anggota pecinta alam dikampusnya. Sehingga Doni tidak asing dengan peralatan yang tengah dipakainya sekarang.

‘DENGAN INDRA DISINI, SAYA AKAN MEMBAGI BAPAK DAN IBU DENGAN CREW KAMI YANG ADA DIBELAKANG SAYA INI SEHINGGA BAPAK DAN IBU TETAP DAPAT MENIKMATI PETUALANGAN TANDEM DENGAN PERASAAN AMAN DAN NYAMAN” teriak seorang pria cukup keras dari arah peserta yang belum bisa tandem, dan dibelakangnya terdapat 6 orang pria yang merupakan crew pendamping

“IBU DINA DENGAN AHMAD”

PAK JOKO DENGAN JUPRI”

.

.

.
DAN TERAKHIR IBU DISHA DENGAN TORO

Disha kaget saat namanya disebutkan tadi, karena dia mengira akan bertandem didampingi oleh Dicky seperti yang dikatakan Dicky semalam. Namun tak lama kemudian, dari belakang terdengar suara yang mengagetkan mereka.

“biar cepat, aku akan ikut bantu” sahut seorang pria bertopi cowboy dari arah belakang

“eh, pak Dicky, silahkan pak” sahut Indra mempersilahkan atasannya untuk membantu

“ya sudah, karena ibu itu tadi di urutan terakhir, saya nanti yang mendampingi. Kasihan karena dalam rombongan tinggal ibu ini saja nanti” ucap Dicky sambil melihat Disha.

“KARENA SEMUA SUDAH MENDAPATKAN PENDAMPING UNTUK BERTANDEM, MAKA YANG NAMANYA DISEBUTKAN TADI, TOLONG MENGIKUTI ARAHAN DARI REKAN REKAN PENDAMPINGNYA, SELAMAT MENIKMATI KEINDAHAN KOTA BATU DARI” ujar Indra mengakhiri sesi pembagian pendamping bagi yang belum pernah bertandem

“bu Disha, mari ikuti saya” sahut Dicky dengan berlagak cuek

“ii iya mas” jawabku tergagap karena masih tidak mengira jika mas Dicky datang disaat terakhir

“kamu tadi kok telat mas?” tanyaku setelah kami menjauh dari lokasi tadi

“maaf ya Dish, aku tadi bangun kesiangan” jawab Dicky sekenanya

“duh kamu ini mas, kok ya gak pernah berubah dari dulu” kataku keheranan dengan Dicky yang masih saja sering bangun kesiangan

“karena ndak kamu bangunin Disha” jawab Dicky dengan tersenyum

“ehh, kok jadi baper si mas ini” aku sedikit kaget dengan perkataannya

“haha...ya sudah sini aku pasangin alat safetynya” Dicky dengan tertawa mulai memasangkan peralatan safety pada tubuhku. Dan kurasakan tangan Dicky dengan sengaja menggesek pada payudaraku yang membusung karena bagian bawahnya sudah terpalang tali.

“mas, sengaja ya?” tanyaku kepadanya

Namun bukannya jawaban yang kudapatkan, tapi sebuah senyuman manis yang biasa dia berikan padaku dulu. Hatiku terasa meleleh oleh senyum manisnya itu, oh 
mas Dicky kamu begitu menggodaku saat ini.

“nah, sudah siap nih sekarang” sahut mas Dicky setelah selesei mengikatkan simpul terakhir

“kok jadi sesak gini ya mas?” tanyaku karena aku merasa tidak leluasa bergerak, 

“tenang saja, memang begini Disha” balas Dicky dari belakangku

Kini posisiku berdiri membelakangi mas Dicky, dan tubuh kami terikat oleh peralatan tandem yang dipasangnya barusan. Kami berjalan perlahan agar tidak jatuh menuju landasan. Jarak beberapa meter dari landasan mas Dicky memintaku berhenti.

“nah, stop disini Disha. Kita tunggu anginnya dulu, kalau aku bilang lari nanti kamu berusaha lari ya, aku yang akan mengimbangi kamu” kata Dicky memberikan arahan

“iya mas” sahutku singkat, kulihat beberapa dari kami sudah mulai melayang diudara mengikuti arah angin. Saat aku asik memandangi mereka, mas Dicky mengejutkanku

“sekarang Disha, ayo jangan melamun” Dicky memintaku untuk mengambil ancang-ancang untuk lari.

Aku dengan memberanikan diri mengambil langkah untuk berlari, meskipun takut toh aku bersama dengan mas Dicky. Dan saat pijakan terakhir, aku melompat ketepi landasan, tubuh kami seperti jatuh kebawah

“aaaaaaaa” teriak ku ketakutan. Dan tiba-tiba sebuah tekanan udara mendorong parasut kami keatas. Kulihat landasan yang tadi kupijak menjadi menjauh perlahan lahan seiring semakin tingginya angin membawa kami.

“tadi ngapain kok teriak segala sih?” tanya mas Dicky dari belakang

“ya takut lah mas, kok malah tanya ngapain sih” balasku kepadanya

“sekarang sudah tidak apa-apa kan?”tanya mas Dicky memperhatikanku

“gak apa-apa mas, aku malah senang. Pemandangannya disini indah sekali” sahutku. Kutengok kebelakang, dan kulihat jika jarak kami terbang sudah cukup jauh. Dan kulihat mas Fais masih disana memperhatikan kearahku.

“Disha, terima kasih ya. Kamu mau menerima ajakanku” kata mas Dicky tiba-tiba

“aku yang harusnya berterima kasih karena mas sudi menemaniku sekarang” jawabku dengan memandang wajahnya

“jujur aku kangen sekali dengan kamu Disha” kata mas Dicky dengan mimik wajah serius

Hatiku berdebar-debar bukan karena takut ketinggian namun karena tiba-tiba mas Dicky mengatakan perasaannya kepadaku. Aku benar-benar merasa seperti anak sekolah yang akan ditembak oleh seorang cowok.

“aku juga sama mas, tidak kusangka kita akan bertemu disini. aku senang bisa bertemu denganmu lagi, meskipun aku jujur masih sakit hati setelah apa yang kita lakukan dan kamu yang pergi tidak memperjuangkan cinta kita dulu” jawabku dengan mata berkaca-kaca menatap pemandangan hutan pinus, tanpa kusadari air mataku menetes membasahi pipi hingga lama tidak kudengar adanya jawaban darinya

“Disha” panggil mas Dicky kepadaku

Dan tiba-tiba sebuah kecupan tipis, mencoba melumat bibirku saat aku menoleh kepadanya...